Evolusi Kebudayaan
Evolusi kebudayaan manusia
terjadi karena oleh pemikiran manusia dalam menanggapi proses-proses perubahan
lingkungan. Dengan demikian beberapa perbedaan manusia dengan hewan terletak
pada kemampuan manusia dalam mengelola alam, sehingga manusia tidak selalu
tergantung pada alam. Berdasarkan sejarah kebudayaan manusia, urutan zaman yang
dilalui manusia adalah sebagai berikut:
Zaman masyarakat nomad =>
Zaman pengguna alat => Zaman pertanian => Zaman industri => Zaman
pengelola dan pengatur alam.
Dampak yang paling jelas dari
proses evolusi kebudayaan ialah pada kemajuan Science dan Teknologi.
Teori-Teori Evolusi Kebudayaan
v Konsep
Evolusi Sosial Universal H. Spencer Bersama
dengan ahli filsafat dari Perncis A. Comte, H. Spencer (1820-1903) ahli
filsafat dari Inggris merupakan ahli filsafat yang menganut aliran cara
berpikir positivism, yaitu aliran ilmu filsafat yang menerapkan metodologi
eksak yang telah dikembangkan dalam ilmu fisika dan alam. Bedanya, H. Spencer
menggunakan bahan etnografi dan etnografika secara luas dan sistematis. Spencer
memiliki konsep bahwa seluruh alam, baik yang berwujud nonorganis, organis,
maupun superorganis, berfungsi karena didorong oleh kekuatan mutlak yang
disebut evolusi universal. Gambaran tentang evolusi universal dari umat manusia
menurut Spencer dalam buku nya ‘Principles of Sociology (1876-1896)’,
perkembangan masyarakat dan kebudayaan dari tiap bngsa telah atau akan melalui
tingkat-tingkat evolusi yang sama. Dia juga tidak mengabaika secara khusus tiap
masyarakat atau sub-sub kebudayaan bisa mengalami tingkat-tingkat evolusi yang
berbeda. Teori Spencer mengenai asal mula religi, bahwa pada semua bangsa di
dunia munculnya religi mulai karena manusia sadar dan takut akan maut. Serupa
dengan pendirian E.B. Tylor bahwa bentuk religi tertua adalah penyembahan
roh-roh yang personifikasi dari jiwa-jiwa orang-orang yang telah meninggal,
terutama roh nenek moyang. Menurut Spencer bentuk religi tertua ini akan
berevolusi ke bentuk religi ysng lebih complex dan berdiferensiasi, yaitu
penyembahan kepada dewa-dewa. Walaupun religi dari semua bangsa di dunia pada
garis besar evolusi universal akan berkembang dari tingkat penyembahan roh
nenek moyang ke tingkat penyembahan dewa-dewa, secara khusus tiap bangsa dapat
mengalami proses evolusi yang berbeda-beda. Pada suatu bangsa misalnya, mungkin
timbul keyakinan akan kelahiran kembali, dan keyakinan bahwa roh manusia bisa
dilahirkan kembali dalam bentuk tubuh binatang, maka terbentuklah religi dimana
manusia menyembah binatang atau roh binatang. Pada masa tertentu
binatang-binatang itu dianggap sebagai lambang dari sifat yang dicita-citakan
manusia, contohnya gajah menjadi lambang kebijaksanaan.
v Teori Evolusi Keluarga JJ. Bachofen J.J Bachofen seorang ahli hukum dari Jerman
mengembangkan teori tentang evolusi hukum milik dan hukum waris, dan teori
tentang evolusi bentuk keluarga. Menurut Bachofen dalam bukunya yang berjudul
Das Mutterrecht (1861), ia menjelaskan bahwa di seluruh dunia keluarga manusia
berkembang melalui empat tingkatan evolusi. Yang pertama pada zaman yang sangat
lampau sekali ada suatu keadaan yang disebut dengan promiskuitas, dimana
manusia hidup seperti sekawanan binatang dimana laki-laki dan perempuan
melakukan hubungan dengan bebas, tidak adanya keluarga inti, dan mempunyai
keturunan tanpa adanya sebuah ikatan diantara mereka. Lambat laun manusia mulai
menyadari adanya ikatan antara seorang ibu dengan anak-anaknya dalam suatu
keluarga inti, namun dalam hal ini seorang anak hanya mengenal ibunya saja dan
mereka tidak mengenal adanya sosok seorang ayah. Oleh karena itu di dalam
sebuah keluarga inti seorang ibu menjadi kepala keluarga. Saat itu perkawinan
antara seorang ibu dengan anak laki-lakinya mulai dihindari, sehingga muncullah
suatu adat yang disebut exogami. Kelompok-kelompok keluarga tersebut kemudian
semakin lama semakin luas karena garis keturunan diambil dari garis keturunan
ibu maka keadaan inilah yang disebuat dengan matriarchate. Inilah tingkatan
kedua dari evolusi keluarga. Tingkat selanjutnya, pria tidak merasa puas dengan
keadaan yang terjadi saat ini sehingga para pria tersbut mengambil calon-calon
istri mereka dari kelompok-kelompok lain dan membawa gadis-gadis itu ke
kelompok mereka sendiri. Dengan kejadian tersebut maka keturunan yang
dilahirkan juga tetap tinggal di kelompok pria. Kejadian inilah yang kemudian
menyebabkan laki-laki menjadi seorang kepala keluarga. Keadaaan ini kemudian
disebut dengan patriarchate yaitu tingkatan ketiga dari perkembangan manusia.
Tingkatan terakhir terjadi dimana saat perkawinan diluar kelompok atau exogami
berubah menjadi endogami atau perkawinan di dalam batas-batas kelompok. Keadaan
ini menyebabkan seorang anak berhubunagn lansung dengan ayah atau ibunya.
Lambat laun patriarchate menghilang dan berubah menjadi susunan parental.
Komentar
Posting Komentar